Senin, 02 Januari 2012

Episode Kehidupan

Coretan 1:

Menantu vs Mertua


Wajahnya murung ketika sampai di meja kerjaku. Tak seperti biasanya, dia selalu datang dengan senyuman dan salam sapa yang ceria. Disodorkannya map plastik hijau itu kepadaku, "Bab 3 saya bu" ujarnya lirih. "Kamu sakit Ima?" tanyaku sambil mencoba menatap mata sayupnya. Dia menunduk, "Kamu sakit Ma?" kuulangi lagi pertanyaanku. Kulihat dia mengambil nafas sejenak, menggeleng dan berusaha tegar, jawabannya mengalihkan pertanyaanku yang mungkin terkesan menyelidik, "Tabulasi datanya sudah saya buat bu, yang seperti itu betul atau salah bu?"

Kubuka lembar demi lembar bab 3 yang disodorkannya padaku, ada beberapa kesalahan yang aku koreksi. Diskusi seputar bab 3 itupun akhirnya bergulir, kulihat dia mulai bersemangat. Seperti biasa kulontarkan gurauan-gurauan yang akhirnya memecahkan kebekuan dan kulihat membuat matanya mulai berbinar. "Kapan mau konsultasi lagi Ma?"
" Mudah-mudahan lusa atau paling lambat pekan depan ya bu?" jawabnya tak pasti

" Oke, nggak apa-apa.. aku maklum, kamu kan pengantin baru, pasti baru sibuk penyesuaian diri dengan suami dan keluarganya. Masih serumah dengan mertua kan?"

Agak terkejut dia dengan pertanyaanku itu. Ada sesuatu yang ingin disampaikan namun seolah tertahan.
" Iya bu.., kok ibu tahu kalau saya sedang mengalami masalah penyesuaian?"
" Ah, ibu hanya menduga-duga..aku bukan peramal Ma. Setiap pengantin baru pasti mengalami fase penyesuaian. Ima ada hambatan penyesuaian dengan siapa? suami atau mertua?"

" Ibu mertua saya bu.." katanya lirih sambil menunduk, kulihat matanya mulai berkaca-kaca.

" Saya boleh cerita ya bu?" pintanya

" Hu'um.. kenapa emangnya?"

Lalu mengalirlah cerita Ima tentang penyesuaian dirinya dengan ibu mertua. Komentar-komentar pedas yang acapkali terucap dari ibu mertuanya, membuat ia menangis dan sakit hati. Seolah ada kecemburuan mertua pada dirinya.

" Ini menghambat pikiran saya bu.. saya nulis bab 3 ini sampai setengah mati. Makanya berhari-hari saya tidak konsultasi.." kulihat tak kuasa ia menahan tetes air matanya.

"Hmmmhhh..Ima.." kataku sambil menghela nafas, kusodorkan tisu padanya. Ditariknya selembar tisu dan diseka air matanya.

"Ima..ketika seseorang menikah, saat itu pula dia terikat kontrak untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya, seumur hidup"

"Seumur hidup bu?" tanyanya heran
"Iya. seumur hidup Ma.., dan saat ini kamu baru masuk episode pertama, penyesuaian dengan suami dan keluarganya. Dalam hal ini, ibu mertua"

"Apa yang harus saya lakukan bu?" tukasnya

"Tetap berbuat baiklah padanya, karena saat ini, ibumu adalah ibu mertuamu. Kalau ada yang terasa menyakitkan itu biasa Ma.. Seperti orang yang baru berjalan tanpa alas kaki di bebatuan. Awalnya mungkin terasa menyakitkan. Tapi kalau sudah terbiasa, dan kamu berusaha menikmatinya, maka sakit itu tak akan terasa lagi Ma.."

"Apalagi kalau kakinya sudah kapalen ya bu?" aha, dia mulai bercanda. Aku suka candanya itu.

"Hahaha.. iya..betul. Dan kapalen itu bisa terjadi kalau kamu agak ndableg Ma.. jangan terlalu sensi laah..gitu kata anak-anak alay..hehe" kulihat dia mulai tertawa juga.

"Kelak kita juga jadi mertua Ma, mungkin kita juga akan mengalami rasa cemburu pada menantu kita.. Gimana nggak cemburu Ma, dari kecil kita yang ngurusin anak kita.. eh..setelah dewasa dan menikah, anak kita diambil orang lain.. coba kamu berada pada posisi itu Ma.."

"Iya..ya bu.."

"Hu'um Ma.. jadi supaya ibumu itu tak merasa terenggut kasih anaknya pada beliau, maka biarkan saja semua berjalan seperti sebelumnya, kecuali urusan kasur tentunya. Kalau sebelumnya suamimu punya kebiasaan menemani ngobrol sambil minum teh bersama ibunya di pagi hari, ya biarkan mereka mengobrol. Kamu bisa mengerjakan aktivitas yang lain. Cari tahu juga kesukaan ibu mertuamu apa.. Kalau pas kamu keluar gini, belikan makanan kesukaannya itu.. "

"Baru awal mula Ma, kalian tak usah saling memperebutkan perhatian suamimu"

"Gitu ya bu?"

"Iya Ma, aku dulu juga mengalaminya.. butuh sedikit seni berkomunikasi untuk menghadapinya. Kamu pasti bisa.."

"Insya Allah bu.. terima kasih sudah menguatkan saya. Doakan saya mulai hari ini bisa menghadapinya ya bu.. Dan segera kapalen..hehe" hmm..mulai kembali cerianya..hehe

"Insya Allah, aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian.. senyum ya! jelek kamu kalau murung kayak tadi. Kayak kukusan!" godaku

"Hahaha..kukusannya pasti kecil mungil ya bu? hehe.."

Senang melihatnya beranjak dari kursi di depan mejaku dengan wajah cerianya kembali..

Suatu siang di ruang kerjaku

1 komentar:

  1. Bagus, vie kebanyakan dialogx, suasana hati dari si tokoh terlalu di tulis terus terang bu..:D

    BalasHapus